Mimpi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lukisan yang berjudul "The Knight's Dream" karya Antonio de Pereda

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra dalam tidur.

Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi dalam dunia nyata, dan di luar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming. Dalam mimpi demikian, pemimpi menyadari bahwa dia sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, dan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya serta mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.

Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Ilmu yang mempelajari mimpi disebut oneirologi.[1]

Mimpi terjadi pada tahap kecepatan pergerakan mata ketika tidur, di mana aktivitas otak tinggi dan seolah-olah dalam keadaan terbangun. Panjangnya mimpi bervariasi, minimal beberapa detik, atau sekitar 20-30 menit. Pendapat mengenai makna mimpi bervariasi berdasarkan waktu dan budaya. Kebanyakan penggemar Teori Freud setuju dengan makna penglihatan dalam mimpi merupakan penampakan dari hasrat dan emosi yang tersembunyi. Beberapa teori lain menunjukkan bahwa mimpi merupakan tahap pembentukan memori, penyelesaian masalah, atau sekadar produk dari aktivasi otak.

Teori Tentang Mimpi[sunting | sunting sumber]

Mimpi adalah pengalaman bawah sadar yang melibatkan penglihatan, pendengaran, pikiran, perasaan, atau indra dalam tidur. Kejadian dalam mimpi biasanya mustahil terjadi di dunia nyata dan di luar kuasa pemimpi. Pengecualiannya adalah dalam mimpi yang disebut lucid dreaming (fenomena ketika seseorang menyadari sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermimpi). Ketika seseorang mengalami mimpi demikian, dia akan menyadari sedang bermimpi saat mimpi tersebut masih berlangsung, bahkan kadang-kadang mampu mengubah lingkungan dalam mimpinya atau mengendalikan beberapa aspek dalam mimpi tersebut.

Pemimpi juga dapat merasakan emosi ketika bermimpi, misalnya emosi takut dalam mimpi buruk. Adapun ilmu yang mempelajari tentang mimpi disebut dengan oneirologi. Mimpi terjadi pada tahap kecepatan pergerakan mata ketika tidur, yaitu ketika aktivitas otak tinggi dan seolah-olah dalam keadaan terbangun.

Panjangnya mimpi bervariasi, minimal beberapa detik hingga sekitar 20–30 menit. Pendapat mengenai makna mimpi bervariasi berdasarkan waktu dan budaya. Kebanyakan penggemar teori Freud setuju dengan makna penglihatan dalam mimpi merupakan penampakan dari hasrat dan emosi yang tersembunyi. Beberapa teori lain menunjukkan bahwa mimpi merupakan tahap pembentukan memori, penyelesaian masalah, atau sekadar produk dari aktivasi otak.

Sebagian orang percaya mimpi tak lebih dari sekadar bunga tidur tanpa arti khusus. Namun, banyak pula yang meyakini mimpi sebagai firasat terjadinya peristiwa pada masa mendatang, entah itu baik maupun buruk.

Sejak dahulu kala, mimpi diyakini sebagai petunjuk spiritual yang membawa seseorang memasuki dimensi yang berbeda. Pengalaman mimpi yang dialami diyakini merupakan pesan-pesan dari masa depan tentang apa yang akan terjadi dalam kehidupan seseorang. Para ilmuwan berusaha memecahkan rahasia mimpi manusia. Namun setidaknya ada 4 teori yang paling terkenal menjelaskan tentang penyebab mimpi.

1. Teori Psikoanalisis Freud[sunting | sunting sumber]

Menurut Sigmund Freud, mimpi adalah motivasi manusia yang tidak disadari. Ia adalah motivasi terselubung dan terendap di alam bawah sadar. Ia menyebutkan bahwa naluri manusia dapat dirasakan oleh kesadaran. Namun tidak mampu dipahami secara sadar. Ini seperti kita menyukai sesuatu, namun kita tidak tahu mengapa menyukai hal itu

Freud menyarankan agar kita menganalisis pertanyaan tersebut melalui mimpi. Saat bermimpi, area tidak sadar akan membocorkan informasi-informasi penting. Membuat kita memahami kondisi dan motivasi diri kita sebenarnya.

Ia membagi dua jenis komponen dalam mimpi. Yang pertama adalah bersifat manifes dan kedua adalah laten. Manifes dapat kita lihat dari gambar, pikiran, dan konflik di dalam mimpi tersebut. Sedangkan laten adalah makna psikologis yang tersembunyi di dalamnya.[2]

2. Teori Sintesis-Aktivasi[sunting | sunting sumber]

Hipotesis sintesis-aktivasi dalam mimpi pertama kali diusulkan oleh J. Allan Hobson dan Robert McClarley pada tahun 1977. Teori ini menyebutkan bahwa aktivitas otak dalam REM (tidur nyenyak) memiliki kesamaan dengan aktivitas otak saat kita sedang dalam keadaan tersadar. Sirkuit otak tetap memiliki aktivitas yang normal seperti saat kita terbangun. Oleh sebab itu, kita akan tetap mempunyai respons emosi yang nyata saat bermimpi.

Dalam fase tersebut, otak juga akan mengakses LTM (Long Term Memory [3]) untuk mengambil struktur pengetahuan dalam potong-potongan kecil membentuk narasi dan cerita. Beberapa latar belakang tempat di dalam mimpi mungkin pernah kamu lihat sebelumnya.

Walaupun mimpi terbentuk dari data-data internal dalam otak manusia, tetapi Hubson tidak percaya bahwasanya mimpi tidak memiliki makna dan manfaat. Menurutnya, mimpi dapat memberikan kita pengalaman dan ide-ide baru.[2]

3. Teori Pemrosesan Informasi[sunting | sunting sumber]

Para ahli menyebutkan bahwa mimpihanyalah sisa-sisa dari pemrosesan informasi yang kita terima sebelum tidur atau beberapa hari sebelumnya. Beberapa bagian otak masih aktif mengumpulkan potongan informasi dan membentuk percikan mimpi dari aktivitas tersebut. Tangkapan informasi yang kita terima saat sadar sangatlah kompleks. Seperti emosi, sentuhan, dan suasana yang tidak kita sadari saat mendapati informasi.

Beberapa psikolog meyakini mimpi hanyalah bentuk pemrosesan informasi yang dianggap tidak terlalu penting. Semakin banyak aktivitas yang kita lakukan di luar rumah, hal ini akan membentuk semakin kompleks potongan gambar, kesan, dan cerita dalam mimpi.[2]

4. Teori Aktivitas Eksternal[sunting | sunting sumber]

Selama kita tertidur, kita akan mendengar beberapa bunyi seperti jam, radio, televisi, atau suara hewan-hewan kecil. Beberapa bunyi memiliki frekuensi yang mampu ditangkap oleh indra manusia. Saat memasuki fase REM, otak tetap merespons apa yang terjadi di luar tubuh kita. Beberapa di antara kita pasti akan pernah bermimpi sedang mandi, berada di tempat yang kering, dikarenakan ia sedang dalam kondisi dehidrasi.

Sebagian orang mendapati mimpi ia sedang terlambat bekerja hanya karena ia mendengar suara ayam. Bunyi dan gangguan eksternal selama kita tertidur akan merangsang memori masa lalu yang berkaitan dengan gangguan tersebut.[2] ..

Mimpi Menurut Ajaran Islam[sunting | sunting sumber]

Menafsir mimpi bukanlah suatu hal klenik atau tabu. Upaya menafsir mimpi juga pernah dilakukan oleh seluruh anak Adam, tak terkecuali Nabi Yusuf As, dia adalah nabi yang terkenal sebagai penakwil mimpi. Menurut ajaran Islam, mimpi digunakan untuk mengukur kadar kejujuran seseorang. Semakin jujur seseorang ketika terjaga, semakin benar pula mimpi dalam tidurnya. Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi Muhammad Saw.

Apabila telah dekat waktunya (hari kiamat) hampir saja mimpi orang yang beriman tidak akan berdusta. Yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur ucapannya. Mimpi itu ada tiga, mimpi yang baik sebagai kabar gembira dari Allah SWT, mimpi yang buruk yang berasal dari setan, dan mimpi yang berasal dari diri manusia sendiri. Apabila salah satu dari kalian memimpikan sesuatu yang dibenci, hendaklah dia bangun salat dan tidak menceritakannya kepada orang lain (H.R. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibn Majah, Ahmad bin Hanbal, al-Thabarani, dan al-Hakim).

Muhammad Ibn Sirin pernah menulis sebuah kitab yang berjudul Tafsir al-Ahlam, kitab yang memuat tentang kumpulan mimpi-mimpi dan cara memahaminya. Dia menyebut bahwa mimpi yang benar itu ada dua macam. Pertama, mimpi benar yang tidak membutuhkan penafsiran karena telah jelas tergambar dalam mimpi. Kedua, mimpi yang membutuhkan penafsiran karena mengandung hikmah dan makna lain di luar yang dilihat dalam mimpi.

Abu al-Abbas Ahmad bin Sulthan di sisi lain dalam kitabnya yang berjudul Qawaid Tafsir al-Ahlam mengklasifikasikan mimpi menjadi empat bagian. Pertama, mimpi yang terpuji dari segi lahir dan batin. Kedua, mimpi yang terpuji dari segi lahir, tetapi tercela dari segi batin (maksudnya secara lahir mimpi tersebut tampak baik, tetapi arti dari mimpi tersebut sebenarnya adalah buruk). Ketiga, mimpi yang secara lahir tampak buruk, tetapi secara batin diartikan sebagai mimpi yang terpuji. Keempat, mimpi yang tercela dari segi lahir maupun batin (Abu al-Abbas Ahmad bin Sulthan, Qawaid Tafsir al-Ahlam, juz 1, hlm. 138).

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kavanau, J.L. (2000). "Sleep, memory maintenance, and mental disorders". Journal of Neuropsychiatry and Clinical Neurosciences. 12 (2). 
  2. ^ a b c d Taufik, Muhammad (9 Desember 2019). "4 Penjelasan Kenapa Manusia Bisa Bermimpi Saat Tidur". Golife. 
  3. ^ "Long-Term Memory". SpringerReference. Berlin/Heidelberg: Springer-Verlag. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]